Minggu, 25 Januari 2009

Ketika ingin Diberi, Maka mulailah Memberi


Hampir semua orang pernah mendengar dan bahkan mengucapkan..."Take and Give"
Buat yang baru mendengar (tepatnya sih membaca ya..), agaknya masih ada waktu untuk memikirkannya kembali kebenaran ungkapan tersebut.

Realitasnya adalah begini....
Hampir setiap kita selalu berpikir...kalau saya kerjakan ini..imbalannya apa ya?...atau kalau saya kasih ini...balasannya apa?....selalu "TAKE" lebih dulu muncul dari "GIVE".

Coba kita hitung, jika satu orang, dua orang atau bahkan semua orang berpikir seperti itu, pastilah tidak akan pernah terjadi yang namanya "PERTOLONGAN"...yang ada malah "PERCALOAN/PREMANISME"...dimana istilah yang terakhir ini..seringnya bikin kita "emosi".

Terkadang, saya sering bertanya..kenapa ada PENGEMIS?.. (saya tidak berusaha menjawab..kenapanya), yang jelas..Tuhan (Alloh SWT sudah sering mengatakan, "jika kau dekati Aku sejengkal, maka Aku akan mendekati sehasta...jika kau dekati Aku sehasta, makan Aku akan mendekati lebih dari itu..dst)

Artinya, mungkin akan merasa lebih nyaman jika gaji yang "pantas" akan ditentukan setelah hasil pekerjaan didapatkan...sehingga karyawan terbaik akan didapat tanpa harus "nego gaji di depan"..akhirnya setiap orang akan mendapatkan kesempatan untuk memberikan yang terbaik...(masalahnya...sang pemberi akan-kah seobjective itu???..maklum..bukan Tuhan.. ;-)) )

Pengalaman saya membuktikan bahwa...ketika kita melakukan kebaikan..maka kita akan mendapatkan "lebih" dari sekedar kebaikan...Ketika saya memberikan sesuatu...ternyata saya akan mendapatkan sesuatu "lebih" dari yang saya berikan...

Mungkin ada benarnya seruan "jangan kau pikirkan..apa yang kan diberikan oleh negara mu, lebih baik pikirkan...apa yang kan kau berikan untuk negara mu..).
Masalahnya sekarang....negara kan tidak mungkin memberikan sendiri...(karena juga bukan Tuhan..), tapi para pelaksana negara ini..ikhlas atau tidak untuk "bertugas memikirkan" dalam memberikan yang terbaik bagi para pelaku terbaik bangsa ini.

Karena kebanyakan ya... dari pada memikirkan bagaimana memberi...lebih sering..apa yang bisa didapat lagi ya..????

Minggu, 18 Januari 2009

Tegak Berdiri setelah Penopang Dilepaskan


Umumnya, setiap orang bisa mengendarai sepeda. Tapi tidak sedikit yang lupa, betapa sangat berkesan-nya momen pertama kali bisa mengendarai-nya.

Masa kecil dulu, saya jalani dengan "banyak pantangan". beberapa pantangan itu adalah: tidak boleh berenang, tidak boleh naik sepeda, tidak boleh menginap di rumah teman, tidak boleh keluar kamar ketika mau menghadapi ujian dan lain-lain...mungkin tidak terlalu istimewa... ;-)

Salah satu alat kontrolnya adalah memang saya tidak pernah punya (dibelikan) sepeda (tapi saya tidak trauma atau dendam kepada orang tua lho....). Walaupun demikian, rasa penasaran ingin bisa mengendarai sepeda terbayar pada saat usia kelas empat SD, itu pun pada saat berkunjung ke rumah saudara (tepatnya di wuryantoro, wonogiri).

Rasanya saat itu, seperti bisa terbang (karena kaki saya tidak menjejak tanah, tapi ke pedal he he)...terbayang...sepertinya rasa lelah karena harus berjalan kaki akan tiada lagi. Dan proses itu susah diutarakan.....pokoknya..tiba-tiba bisa saja...saya mengayuh sepeda.....(memang proses jatuh dan coba-coba sudah beberapa bulan...kan memang tidak punya sepeda, jadi tidak rutin setiap hari). Yang saya tidak tahu saat itu adalah, apakah orang tua saya senang, biasa saja..atau justru malah akan mempersiapkan alat kontrol baru. Tapi terbukti kemungkinan ketiga tidak terjadi, karena sampai saat ini, bahkan sampai saya bisa mengendarai mobil...mereka justru senang kalau saya hantarkan mereka ke tempat-tempat yang dituju.

Momentum itu, terjadi pada Rafsa anak pertama saya. Memasuki Tahun 2009, dia minta roda penopang sepeda-nya (samping kiri dan kanan) untuk dilepas. Dia bilang, dia ingin bisa seperti kakak kelasnya (TK Nol Besar). Sepeda ini hadiah ulang tahun dari eyangnya (orang tua saya,..beda banget ya treatment-nya kepada saya dulu..). Dengan sedikit kekhawatiran, dua minggu yang lalu, tepatnya Hari Minggu saya ajak dia "practice" di jalanan depan rumah...masih keberatan sepeda-nya.. dan sempat "terdampingi" oleh anak tetangga yang berusaha membantu memeganginya dari samping (karena badannya lebih besar..).

Saya lihat "practice-nya" terasa kurang nyaman....dan menurut cerita ibunya, akhirnya dia malas untuk keluar. Tapi saya melihat tekadnya cukup hebat, terbukti..sepulang sekolah dia akhirnya memutar-mutar sepedanya sendiri di ruangan tamu (3x3 meter persegi). Dan akhirnya, seminggu kemudian (pada suatu malam , sepulang kerja)..dia mempertontonkan bahwa dia bisa mengendalikan sepeda-nya di depan saya.

ALHAMDULILLAH....kerja kerasmu terbayar nak... Selamat. Tak lupa, dia menelepon eyangnya, bahwa sepeda sudah berhasil dia taklukkan....

Akhirnya saya merumuskan bahwa tegak berdiri seseorang di atas sepedanya karena:
1. Keinginan dan tekad (beberapa orang biasanya karena ada contohnya....)
2. Berlatih (berulang-ulang dengan gerakan yang sama, tidak perlu ruang yang luas..)
3. Pengkondisian (lepas roda penopangnya..jangan takut jatuh)

Terima kasih nak atas pelajaranmu kepada ayah...
Kita tidak perlu khawatir jika tiang penopang terlepas, karena memang sudah waktunya..dan yakin bahwa keajaiban baru akan muncul......

Pesan ayah:
HATI-HATI..dan HARUS BERMANFAAT YA....

Mudah-mudahan para punggawa bangsa ini bisa meniru contoh kecilmu itu...
* Tegak berdiri bukan adanya bantuan/penopang..tapi karena terlepasnya penopang itu..

Sabtu, 10 Januari 2009

Ketika Kesempatan Berubah Menjadi Kesempitan


Ini sebuah pengakuan pribadi, dan sepertinya tidak terlalu spesial.
" Saya Takut Menjadi Pemimpin "

Tahun 2009 ini, Republik Indonesia akan melakukan pesta demokrasi (katanya) alias PEMILU legislatif dan juga presiden. Hampir di setiap sudut pandangan mata dan tempat umum, pinggir jalan termasuk angkot dan toilet (bahkan ada yang menjadi sticker komputer yang dipakai di kantor). Terpampang...nama, foto, sponsor dan motto bahwa "pengiklan" identik dengan kesuksesan.....dan kemakmuran....(walaupun belum tahu buat siapa-nya)

Saya adalah termasuk orang yang berbeda dengan mereka saat ini,.yang berani dan percaya diri bahwa apa yang akan mereka lakukan bermanfaat buat umat...salut...asli salut.
* Walaupun ada pertanyaan (tepatnya sih iri mungkin ya):
Kok orang-orang ini mau ya?... (belum lagi ditambah sindiran "bisa gitu?..")

Padahal kalau dalam dunia nyata-nya yang saya temui, di kantor misalnya. Beberapa hari ini-pun saya sedang membentuk sebuah tim yang tujuannya untuk mengkoordinir "penghematan biaya" di kantor. Padahal tempatnya cuma satu gedung, amanah-nya lansung dari MGT, terus pasti jelas akan bermanfaat buat umat (plus perusahaan tentunya).
Sang pemimpin yang terpilih malah ragu (sedikit grogi), dan malah.."kalau diganti gimana ya?...jangan saya...takut ga bisa nih.

Pertanyaan saya:
1. "Pemimpin" kita itu sedikit?...di negeri ini?
* Tapi buktinya, yang meng-iklan masih banyak...

2. "Pemimpin" kita tidak merata?..di negeri ini?
* Mungkin ini penyebab hanya beberapa bagian bangsa kita yang maju...

3. "Pemimpin" kita tidak cocok untuk hal-hal spesifik dan kecil?..di negeri ini?
* Yang kecil-kecil kurang menantang...

Padahal, pepatah mengatakan:
- Sedikit-sedikit, lama menjadi bukit
- Pimpinlah dari batur sakasur, batur sadapur, batur salembur..dan seterusnya

Belum lagi, bahwa memimpin itu sudah menjadi tugas dari sejak lahir....(memimpin diri sendiri untuk selalu berjalan dalam kebenaran.)

Jadi rasanya, ketika ada kesempatan untuk menjadi pemimpin (bukan meng-iklankan diri lho ya)...serasa kemampuan menjadi sedikit dan waktu serasa berkurang dari 24 jam yang seharusnya.

Selamat yang sudah bisa memimpin dengan benar...ajari saya dan doakan agar saya saya bisa melebihi anda-anda semua....(soalnya kalaui level nya sama..berabe...biasa beradu untuk jadi pemimpin dalam hal yang sama). Padahal yang harus dipimpin masih banyak..... Akhir-akhirnya..bukan saling mendukung..tapi malah saling menjatuhkan....

Pemimpin = Siap memimpin dan juga siap dipimpin....

Selasa, 06 Januari 2009

Ujung adalah Pangkal, bukan Sebaliknya

Seperti biasanya, disetiap pergantian tahun. Tempat dimana saya bekerja selalu mengadakan "Opening Year". Saya belum tahu apakah semua perusahaan baik BUMN ataupun swasta juga melakukannya. Termasuk latar belakang, tujuan dan proses pelaksanaannya.

Review sebelumnya dipaparkan secara attractive, terutama prestasi. Serta inisiatif spesifik yang harus dilakukan pun disebutkan untuk tahun yang akan dimasuki.
Intinya adalah, "2009 adalah tahun susah, Tapi tetap semangat, Kita bisa menang".

Namun indera saya segera berkelana, sepertinya ada yang kurang....
Ya ya ya, departemen saya termasuk yang tidak terlalu populer untuk urusan-urusan seperti ini. Departemen saya sangat "most wanted" ketika ada komplain sudah masuk media baik koran, internet dll. Sedikit informasi yang bisa diserap oleh yang hadir, sekecil hati orang-orang yang merasa "sudah takdirnya".

Setiap akhir tahun, saya masih terus berharap bahwa tahun kedepannya tidak begitu. Dan ternyata memang tidak begitu....berubah....alias sammmmma'.

Itulah maksud saya:
Pergantian, perpindahan, pembaharuan.....tidak berarti apa-apa ketika memang tidak ada yang berbeda diantara keduanya. So, kenapa harus ada ujung, jika ujungnya adalah pangkalnya. Agama saya menyatakan bahwa jika kondisi keduanya tetap sama artinya perbuatan itu adalah sia-sia alias rugi.

KOK BETAH YA KITA RUGI?

Minggu, 04 Januari 2009

Iqra, Bacalah....


Alhamdulillah...
Dengan segenap semangat dan doa, orang tua telah mampu menyekolahkan saya (walau cuma sebatas S1).

Tahun 2009 ini, ada PR yang serupa tapi pada tahap permulaan. Satu tahun ke depan, Rafsa akan segera masuk SD. Perihal biaya, pastinya sudah tidak perlu diceritakan...(pendidikan di negeri ini cukup mahal....)

Satu yang harus segera dipersiapkan adalah....kemampuan dasar membaca, menulis dan berhitungnya. Waktu kecil, saya ingat betul betapa dinding triplek rumah habis dengan coretan bapak, demi saya bisa membaca dan berhitung...(layaknya papan tulis...). Maklum, sekolah saya di pelosok waktu itu.

Ternyata itulah "bekal termahal" yang beliau berikan ke saya.

Saya tidak ingat betul, berapa malam kejadian itu bertutur. Satu malam yang tidak pernah saya lupa adalah, ketika saya akhirnya menangis minta pertolongan ibu karena merasa sudah tidak bisa fokus lagi menerima bimbingan bapak.

Rafsa..mari belajar membaca dan berhitung. Dengan membaca, kita akan tahu dengan sendirinya segala ilmu di dunia ini. Dengan berhitung, kita akan bisa membuktikan betapa ilmu yang diberikan Alloh tidak pernah habis kita pelajari.

Ba = ba...
Ca = ca...

Ba..Ca....