Rabu, 06 Februari 2008

Penting = Tidak Penting


Dari sedikit kisah interaksi yang saya alami dengan lingkungan sekitar saya, ternyata saya berani mengambil kesimpulan bahwa kata-kata "penting", "hebat", "sukses" dan sejenisnya itu akan ada hanya karena munculnya kata-kata "tidak penting", "tidak hebat", "tidak sukses" dan keluarganya.

Dua kisah yang kontradiktif akan coba saya ceritakan.

Kisah pertama:
Saat saya masih sekolah (SD, SMP dan SMA), yang namanya ekstrakurikuler pada masa itu seperti Pramuka, Dokter kecil, OSIS, PMR, Paskibra Sanggar seni sampai Remaja mesjid adalah sesuatu yang sering dihindari oleh banyak murid dan juga orang tua. Selain kalah hebat promosinya dibanding Si Pintar "Bintang Pelajar", para orang tua juga sedikit ngeri kalau harus keluar-keluar biaya yang dinilai tidak ada hubungannya dengan membaguskan nilai raport.
Bisa dikatakan menjadi sesuatu yang tidak penting begitu.

Namun demikian, muncul juga dari hal-hal yang tidak penting ini "murid-murid penting" yang akan dielu-elukan kalau bisa mengharumkan sekolah. Tapi kalau tidak ya...keep silent saja, kata mas thukul.....

Kisah kedua:
Pada lingkungan kerja, baik di swasta maupun pemerintah atau bahkan yayasan sosial sekalipun. Biasanya, tidak jarang yang namanya kompetensi setiap karyawan harus dimunculkan. Karena kan harus "show off", demi prestasi kerja. Mungkin untuk yang selevel sih tidak masalah, justru akan menjadi kompetisi yang bagus.
Nah masalahnya, kalau sang bos juga ikut-ikutan berlomba pada level bawahannya.
Misalnya, bisa jadi karena dia bingung memposisikan diri atau justru sedikit grogi dengan "ancaman" bawahan-bawahannya.
Ya, akhirnya terjun jugalah dia ke dunia bawahannya. Terkadang dengan mengusung konsep-konsep alias pemikiran-pemikiran yang serba membayang atau malah asyik kalau dia pun berpeluh-peluh mengganti pekerjaan anak buahnya.
Akibatnya, sang bawahan pun lama-lama merasa "tersaingi".

Artinya, pada saat bawahan pun ingin "membuat dirinya penting", kok malah mengancam "penting" nya bos.
Nah, bisa dibayangkan bagaimana kondisi lingkungan kerja seperti itu.

Pada kisah kedua ini, saya kok merasa. Biar saya menjadi "penting" dimata bos, maka saya harus menjadi "tidak penting". Sehingga pastilah bos yang akan menjadi penting.


Penutup:
Jadi, ketika kita merasa "diri kita tidak dipentingkan", maka jangan gundah. Karena pada saat itulah kita menjadi sesuatu yang sangat penting buat orang lain.

Tinggalah kita,..siap untuk menjadi tidak penting?


NB:
Kawan saya bilang, memang roda itu berputar...tapi biar cepet....kita harus yang memutar roda tersebut.